Kantor Imigrasi Entikong semula merupakan Pos Lintas Batas untuk pemeriksaan lalu lintas orang diantara perbatasan Negara Indonesia (propinsi Kalimantan Barat) dan Malaysia (negara bagian Serawak) secara tradisional. Pos Lintas Batas Entikong mulai dibuka sebagai perlintasan tradisional kedua negara yang berbatasan sejak tahun 1980. Pada waktu itu Pos Lintas Batas Entikong termasuk wilayah kerja Kantor Imigrasi Pontianak. Sesuai kebutuhan dan perkembangan organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi berhasil membentuk Kantor Imigrasi Sanggau pada tahun 1984 dan sejak berdirinya Kantor Imigrasi Sanggau, Pos Lintas Batas Entikong secara operasional dibawah Kantor Imigrasi Sanggau.
Tahun demi tahun jumlah orang, baik WNI maupun WNA yang melalui Pos Lintas Batas Entikong semakin meningkat dan ternyata bukan hanya penduduk sekitar perbatasan kedua negara, sehingga status Pos Lintas Batas Entikong ditingkatkan menjadi “Pintu Keluar Masuk Antar Negara” melalui darat dan sudah merupakan salah satu pelabuhan pendaratan Internasional sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01-PW.09.02 tahun 1989 tanggal 25 Juli 1989 ditetapkan berlaku sejak 1 Oktober 1989.
Dengan ditetapkannya Entikong sebagai pintu keluar masuk Internasional, sehingga petugas Imigrasi melakukan tugas pemeriksaan Pas Lintas Batas (PLB) WNI, Border Crossing Pass (BCP) Warga Negara Malaysia serta paspor.
Perkembangan berikutnya pada tahun 1991 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-PR.07.04 tahun 1991, Pos Lintas Batas Entikong ditingkatkan statusnya kembali menjadi Kantor Imigrasi Kelas III Entikong, namun secara nyata Kantor Imigrasi Kelas III Entikong baru dapat beroperasi mulai bulan April tahun 1992 dan melakukan kegiatan kantor di gedung Karantina Imigrasi Entikong.
Tahun anggaran 1993-1994, dibangun Gedung Imigrasi Entikong dan mulai dipergunakan pada bulan April 1994 sampai sekarang.
Aktivitas keimigrasian Kantor Imigrasi Entikong terfokus kepada pelayanan keimigrasian seperti dalam hal pemberian SPRI, pemberian dan perpanjangan Izin Tinggal bagi orang asing, hal ini dapat dilihat dari volume pelayanan keimigrasian dari tahun ketahun menunjukkan jumlah yang cukup signifikan. Penegakan hukum keimigrasian pada Kantor Imigrasi Entikong selama ini berjalan cukup baik, hal ini tidak terlepas dari kesiapan dan kesigapan dari personil Kantor Imigrasi Entikong dalam melaksanakan tugas-tugas keimigrasian.
Kantor Imigrasi Entikong memliki 3 (tiga) Pos Perbatasan yaitu : Pos Lintas Batas Batan, Pos Lintas Batas Segumon dan Pos Lintas Batas Gun Jemak. Wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas III Entikong terdiri dari 1 (satu) Kabupaten dan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kabupaten Sanggau Kapuas, Kecamatan Sekayam dan Kecamatan Entikong. Dengan jumlah penduduk kurang lebih 23.889 orang. Kantor Imigrasi Entikong memiliki 1 (satu) Tempat Pemeriksaan Imigrasi yaitu : TPI Entikong yang terletak di Kecamatan Entikong. Pos Lintas Batas Batan terletak di Desa Bungkang Kecamatan Sekayam dengan jarak dari Kantor Imigrasi Entikong kurang lebih sekitar 6 jam perjalanan air. Pos Lintas Batas Lubuk Sabuk terletak di Desa Lubuk Sabuk Kecamatan Sekayam dengan jarak dari Kantor Imigrasi Entikong kurang lebih sekitar 32 Km. Pos Lintas Batas Suruh Tembawang terletak di Desa Suruh Tembawang Kecamatan Sekayam. Permasalahan yang ada pada Pos Lintas Batas maupun di Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah terdapat jalan setapak yang rawan dan sering dimanfaatkan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia serta kendala-kendala lain seperti dalam hal sarana dan prasarana penunjang seperti alat transportasi, alat komunikasi, fasilitas listrik, air dan peralatan kantor yang tidak memadai.
Volume kegiatan lalu lintas orang keluar masuk dari dan keluar wilayah Indonesia melalui TPI Entikong relatif cukup tinggi. Berbagai kepentingan orang menghiasi kegiatan lalu lintas di pos perbatasan Indonesia dan Malaysia. Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat negara Malaysia banyak dijumpai di daerah ini, selain itu juga alasan kunjungan keluarga juga menghiasi aktivitas di pos perbatasan ini disamping kepentingan-kepentingan yang lain. Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah perbatasan tersebut dimana setidak-tidaknya 2 (dua) kali dalam sehari mereka bepergian ke luar negeri.